Rabu, 20 Maret 2019

RUMAH ITU TELAH BERTUAN


Mengapa tidak menegurku dahulu???? mengapa tidak memperingatkanku mengenai kesalahan fatal ini, hingga aku harus keluar dari rumah itu??? Mengapa tidak membentaku dengan keras hingga aku tersadar untuk ikut membersihkan lantai yang kotor di rumahmu??? Mengapa kamu harus memanggil orang lain jika hanya untuk sekedar membenahi sofa yang rusak?? Mengapa tidak memberitahuku dulu? Mengapa tidak kau sampaikan kepadaku ???

Padahal aku masih berada di dalam, namun sang  pemilik rumah menerima tamunya dan mempersilahkan untuk tinggal di dalam. Akupun harus keluar melalui pintu belakang secara diam-diam. Aku pun sadar, selama tinggal di rumah itu aku tidak bisa memberikan arti apapun, bahkan untuk membetulkan genting yang bocor saja aku tidak menyempatkan waktu. Sepertinya sang pemilik rumah pun mulai sadar, bahwa tak mungkin berlama-lama ia ditemani oleh seseorang yang tidak sama sekali memberikan kebaikan bagi rumahnya. Ia masih teringat kala itu rumahnya hampir saja roboh, satu tiang penyangganya di rusak oleh seseorang yang justru pada awalnya ikut membangun rumah itu. Kini ia tidak mau berspekulasi lagi dengan menjadikan tamunya untuk tinggal berlama-lama di dalam rumahnya, apalagi saya memang telah memiliki rumah lain yang tidak mungkin saya tinggalkan.

Tiba-tiba seperti dejavu, ya, meninggalkan rumah itu sama persis beratnya  saat beberapa tahun lalu saya pun dipaksa harus keluar rumah, karna sang pemilik rumah yang merupakan sahabat lama saya harus memilih pendamping hidup yang lebih baik.

Kini kunci itu telah terpatahkan, aku tak mungkin bisa lagi masuk ke rumah itu bahkan hanya untuk sekedar menikmati secangkir teh hangat buatan sang pemilik rumah yang sungguh menghangatkan dada. Rumah itu telah bertuan, harusnya saya senang, karna seperti do’a-do’a yang saya panjatkan dengan tulus bahwa saya berharap sang pemilik rumah dapat memiliki teman hidup yang seutuhnya, dan saya dapat kembali seperti dulu.

Dengan berat hati saya harus meninggalkan rumah itu, sesekali ku tengok kebelakang, mengingat-ngingat saat sedang minum teh hangat di teras itu, lalu kulanjutkan langkahku lagi tepat sampai di pintu gerbang aku menoleh lagi.. Kali ini ku dengar suara tawa ria dari dalam ruang tamu, sepertinya sang pemilik rumah sudah bahagia. Baiklah, akan kucoba lagi langkah kedepan selanjutnya.

_____________
Terimakasih kepada sang pemilik rumah telah mempersilahkan saya untuk singgah, memberikan hidup saya lebih berarti, mengajarkan saya bagaimana mempertahankan tiang penyangga yang telah rapuh, mengajarkan kepada saya justru untuk mencintai rumah kita masing-masing. Trimakasih untuk semuanya, saya tidak bisa  membayar dengan apapun pengalaman ini, akan tetap ku kenang, tolong jangan anggap saya mudah untuk meninggalkan rumahmu.  Saya sangat menyayangimu…..
I LOVE YOU………