Mengapa tidak menegurku
dahulu???? mengapa tidak memperingatkanku mengenai kesalahan fatal ini, hingga aku
harus keluar dari rumah itu??? Mengapa tidak membentaku dengan keras hingga aku
tersadar untuk ikut membersihkan lantai yang kotor di rumahmu??? Mengapa kamu
harus memanggil orang lain jika hanya untuk sekedar membenahi sofa yang rusak??
Mengapa tidak memberitahuku dulu? Mengapa tidak kau sampaikan kepadaku ???
Padahal aku masih berada di
dalam, namun sang pemilik rumah menerima
tamunya dan mempersilahkan untuk tinggal di dalam. Akupun harus keluar melalui
pintu belakang secara diam-diam. Aku pun sadar, selama tinggal di rumah itu aku
tidak bisa memberikan arti apapun, bahkan untuk membetulkan genting yang bocor
saja aku tidak menyempatkan waktu. Sepertinya sang pemilik rumah pun mulai
sadar, bahwa tak mungkin berlama-lama ia ditemani oleh seseorang yang tidak
sama sekali memberikan kebaikan bagi rumahnya. Ia masih teringat kala itu
rumahnya hampir saja roboh, satu tiang penyangganya di rusak oleh seseorang
yang justru pada awalnya ikut membangun rumah itu. Kini ia tidak mau
berspekulasi lagi dengan menjadikan tamunya untuk tinggal berlama-lama di dalam
rumahnya, apalagi saya memang telah memiliki rumah lain yang tidak mungkin saya
tinggalkan.
Tiba-tiba seperti dejavu, ya,
meninggalkan rumah itu sama persis beratnya
saat beberapa tahun lalu saya pun dipaksa harus keluar rumah, karna sang
pemilik rumah yang merupakan sahabat lama saya harus memilih pendamping hidup
yang lebih baik.
Kini kunci itu telah terpatahkan,
aku tak mungkin bisa lagi masuk ke rumah itu bahkan hanya untuk sekedar
menikmati secangkir teh hangat buatan sang pemilik rumah yang sungguh
menghangatkan dada. Rumah itu telah bertuan, harusnya saya senang, karna seperti
do’a-do’a yang saya panjatkan dengan tulus bahwa saya berharap sang pemilik
rumah dapat memiliki teman hidup yang seutuhnya, dan saya dapat kembali seperti
dulu.
Dengan berat hati saya harus
meninggalkan rumah itu, sesekali ku tengok kebelakang, mengingat-ngingat saat
sedang minum teh hangat di teras itu, lalu kulanjutkan langkahku lagi tepat
sampai di pintu gerbang aku menoleh lagi.. Kali ini ku dengar suara tawa ria
dari dalam ruang tamu, sepertinya sang pemilik rumah sudah bahagia. Baiklah,
akan kucoba lagi langkah kedepan selanjutnya.
_____________
Terimakasih kepada sang pemilik
rumah telah mempersilahkan saya untuk singgah, memberikan hidup saya lebih
berarti, mengajarkan saya bagaimana mempertahankan tiang penyangga yang telah
rapuh, mengajarkan kepada saya justru untuk mencintai rumah kita masing-masing.
Trimakasih untuk semuanya, saya tidak bisa membayar dengan apapun pengalaman ini, akan
tetap ku kenang, tolong jangan anggap saya mudah untuk meninggalkan rumahmu. Saya sangat menyayangimu…..
I LOVE YOU………